Rabu, 21 Maret 2012

BERINFAQ DI JALAN ALLAH


Oleh
Syaikh Dr Fadhl Ilahi
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]

Di antara kunci-kunci rizki lain adalah berinfaq di jalan Allah. Pembasahan masalah ini –dengan memohon taufiq dari Allah- akan saya lakukan melalui du poin berikut :

Kedua : Dalil Syar’i Bahwa Berinfaq Di Jalan Allah Adalah Termasuk Kunci-Kunci Rizki.

[3]. Dalil Lain Adalah Hadits Riwayat Muslim.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepadanya.

“Artinya : Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam!’ berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberik rizki) kepadamu” [Shahih Muslim, Kitab Az-Zakah, Bab Al-Hatstsu ‘alan Nafaqah wa Tabsyiril Munfiq bil Khalf, no. 36 (963), 2/690-691]

Allahu Akbar ! Betapa besar jaminan orang yang berinfak di jalan Allah ! Betapa mudah dan gampang jalan mendapatkan rizki ! Seorang hamba berinfak di jalan Allah, lalu Dzat Yang DitanganNya kepemilikan segala sesuatu memberikan infak (rizki) kepadanya. Jika seorang hamba berinfak sesuai dengan kemampuanya maka Dzat Yang memiliki perbendaharaan langit dan bumi serta kerajaan segala sesuatu akan memberi infak (rizki) kepadanya sesuai dengan keagungan, kemuliaan dan kekuasanNya.

Imam An-Nawawi berkata : “Firman Allah, ‘Berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberi rizki) kepadamu’ adalah makna dari firman Allah dalam Al-Qur’an.

“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dialah yang akan menggantinya” [Saba : 39]

Ayat ini mengandung anjuran untuk berinfak dalam berbagai bentuk kebaikan, serta berita gembira bahwa semua itu akan diganti atas karunia Allah Ta’ala. [Syarh An-Nawawi 7/79]


[4]. Dalil Lain Bahwa Berinfak Di Jalan Allah Adalah Diantara Kunci-Kunci Rizki.

Apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Tidaklah para hamba berada di pagi hari kecuali di dalamnya terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya berdo’a, ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak ganti (dari apa yang ia infakkan)’. Sedang yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan (hartanya) kebinasaan (hartanya)” [Shahihul Bukhari, Kitab Az-Zakah, Bab Firman Allah Tentang Do’a : Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang menginfakkan hartanya’ no. 1442, 3/304]

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa terdapat malaikat yang berdo’a setiap hari kepada orang yang berinfak agar diberikan ganti oleh Allah. Maksudnya –sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari- adalah ganti yang besar. Yakni ganti yang baik, atau ganti di dunia dan ganti di akhirat. Hal itu berdasarkan firman Allah.

“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dialah yang akan menggantinya. Dan Dia-lah sebaik-baik Pemberi rezki” [Saba : 39] [4]

Dan diketahui secara umum bahwa do’a malaikat adalah dikabulkan (Lihat Umdatul Qari, 8/307), sebab tidaklah mereka mendo’akan bagi seorang melainkan dengan izinNya. Allah berfirman.

“Artinya : Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepadaNya” [Al-Anbiya : 28]


[5]. Dalil Lain Adalah Apa Yang Diriwayatkan Oleh Imam Al-Baihaqi

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Berinfaklah wahai Bilal ! Jangan takut dipersedikit (hartamu) oleh Dzat Yang memiliki Arsy” [5]

Aduhai, alangkah kuat jaminan dan karunia Allah bagi orang yang berinfak di jalanNya ! Apakah Dzat Yang memiliki Arsy akan menghinakan orang yang berinfak di jalanNya, sehingga ia mati karena miskin dan tak punya apa-apa ? Demi Allah, tidak akan demikian!

Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan kata “Iqlaalaa” dalam hadits tersebut berkata, ‘Maksudnya, dijadikan miskin dan tidak punya apa-apa’, Artinya. ‘Apakah engkau takut akan disia-siakan oleh Dzat Yang mengatur segala urusan dari langit ke bumi ?’. Dengan kata lain, ‘Apakah kamu takut untuk digagalkan cita-citamu dan disedikitkan rzikimu oleh Dzat Yang rahmatNya meliputi penduduk langit dan bumi, orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, burung-burung dan binatang melata?” [Murqatul Mafataih, 4/389]


[6]. Berapa Banyak Bukti-Bukti Dalam Kitab-Kitab Sunnah (Hadits), Sirah (Perjalanan Hidup), Tarajum (Biografi) Tarikh (Sejarah), Bahkan Hingga Dalam Kenyataan-Kenyataan Yang Kita Alami Saat Ini Yang Menunjukkan Bahwa Allah Mengganti Rizki HambaNya Yang Berinfak Di Jalan Allah.

Berikut ini kami ringkaskan satu bukti dalam masalah ini. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.

“Artinya : Ketika seorang laki-laki berada di suatu tanah lapang dari bumi ini, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, ‘Siramilah kebun si fulan!’. Maka awan itu bergerak menjauh dan menuangkan airnya di areal tanah yang penuh dengan batu-batu hitam. Di sana ada aliran air yang menampung air tersebut. Lalu orang itu mengikuti ke mana air itu mengalir. Tiba-tiba dia (melihat) seorang laki-laki yang berdiri di kebunnya. Ia mendorong air tersebut dengan sekopnya (ke dalam kebunnya). Kemudian ia bertanya, ‘Wahai hamba Allah!, siapa namamu ?’ Ia menjawab, ‘Fulan’, yakni nama yang didengar di awan. Ia balik bertanya, ‘Wahai hamba Allah!, kenapa engkau menanyakan namaku ?’ Ia menjawab, ‘Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang menurunkan air ini. Suara itu berkata, ‘Siramilah kebun si fulan!. Dan itu adalah namamu. Apa sesungguhnya yang engkau lakukan ? Ia menjawab, Jika itu yang engkau tanyakan, maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil yang didapat dari kebun ini, lalu aku bersedekah dengan sepertiganya, dan aku makan beserta keluargaku sepertiganya lagi, kemudian aku kembalikan (untuk menanam lagi) sepertiganya” [Shahih Muslim, Kitab Az-Zuhd wa Raqaiq, Bab Ash-Shadaqah alal Masakin, no. 45 (2984), 4/2288]

Dalam riwayat lain disebutkan.

“Artinya : Dan aku jadikan sepertiganya untuk orang-orang miskin dan peminta-minta serta ibnu sabil (orang-orang yang dalam perjalanan)” [Op. cit, 4/2288]

Imam An-Nawawi berkata : “Hadits itu menjelaskan tentang keutamaan bersedekah dan berbuat baik kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Juga keutamaan seseorang yang makan dari hasil kerjanya sendiri, termasuk keutamaan memberi nafkah kepada keluarga” [Op. cit. 18/115]


[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau’il Kitab was Sunnah, edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah hal 72-74, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Darul Haq]
_________
Foote Note.
[3] At-Tafsirul Qayyim, hal.168, Lihat pula, Fathul Qadir oleh Asy-Syaukani 1/438 dimana dia berkata : “Fadhl (karunia) itu adalah bahwa Allah akan mengganti kepada mereka dengan sesuatu yang lebih utama dari apa yang mereka infakkan. Maka Allah meluaskan rizkinya dan memberinya nikmat di akhirat dengan sesuatu yang lebih utama lebih banyak, lebih agung dan lebih indah.
[4] Murqatul Mafatih 4/366. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berkata : “Makna do’a ini menurut saya adalah bahwa diantara sunnah-sunnah Allah adalah Dia memberikan ganti kepada orang yang berinfak dengan memudahkan sebab-sebab rizki baginya. Lalu Ia ditinggikan derajatnya di dalam hati manusia. Sebaliknya orang yang bakhil (kikir) diharamkan dari yang demikian” [Tafsirul Manar, 4/74]
[5] Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (Lihat Misykatul Mashabih, Kitab Az-Zakah, Bab Al-Infaq wa Karahiyatul Imsak, no. 1885, dengan diringkas 1/590-591) Syaikh Al-Albani berkata, ‘Hadits ini shahih karena jalur-jalurnya’ (Hamisy Misyakatil Mashabih 1/591) Lihat pula, Majma’uz Zawa’id wa Manba’ul Fawa’id, 3/126, kasyful Khafa wa Maziliul Ilbas 1/243-244, Tanqihur Ruwat fi Takhriji Ahaditsil Misykat, Syaikh Ahmad Hasan Ad-Dakhlawi, 2/19




Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=991&bagian=0

BERINFAQ DI JALAN ALLAH


Oleh
Syaikh Dr Fadhl Ilahi
Bagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]





Di antara kunci-kunci rizki lain adalah berinfaq di jalan Allah. Pembasahan masalah ini –dengan memohon taufiq dari Allah- akan saya lakukan melalui du poin berikut :

Pertama : Yang Dimaksud Berinfaq
Kedua : Dalil Syar’i Bahwa Berinfaq Di Jalan Allah Adalah Termasuk Kunci-Kunci Rizki.

Pertama : Yang Dimaksud Berinfaq

Di tengah-tengah menafasirkan firman Allah.

“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya Dia akan menggantinya” [Saba’ : 39]

Syaikh Ibnu Asyur berkata : “Yang dimaksud dengan infaq di sini adalah infaq yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfaq kepada orang-orang fakir dan berinfaq di jalan Allah untuk menolong agama. [Tafsirut Tahrir wa Tanwir, 22/221]

Kedua : Dalil Syar’i Bahwa Berinfaq Di Jalan Allah Adalah Termasuk Kunci Rizki.

Ada beberapa nash dalam Al-Qur’anul karim dan Al-Hadits Asy-Syarif yang menunjukkan bahwa orang yang berinfaq di jalan Allah akan diganti oleh Allah di dunia. Disamping, tentunya apa yang disediakan oleh Allah baginya dari pahala yang besar di akhirat. Di antara dalil-dalil itu adalah sebagai berikut.

[1]. Firman Allah.

“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya” [Saba’ : 39]

Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu katsir berkata : “Betapapun sedikit apa yang kamu infakkan dari apa yang diperintahkan Allah kepadamu dan apa yang diperbolehkanNya, niscaya Dia akan menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala dan ganjaran, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ..” [1]

Imam Ar-Razi berkata, ‘Firman Allah : “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya” adalah realisasi dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah para hamba berada di pagi hari ….” [Al-Hadits]. Yang demikian itu karena Allah adalah Penguasa, Mahatinggi dan Mahakaya. Maka jika Dia berkata : “Nafkahkanlah dan Aku yang akan menggantinya”, maka itu sama dengan janji yang pasti Ia tepati. Sebagaimana jika Dia berkata : ‘Lemparkalah barangmu ke dalam laut dan Aku menjaminnya”

Maka, barangsiapa berinfak berarti dia telah memenuhi syarat untuk mendapatkan ganti. Sebaliknya, siapa yang tidak berinfak maka hartanya akan lenyap dan dia tidak berhak mendapatkan ganti. Hartanya akan hilang tanpa diganti, artinya lenyap begitu saja.

Yang mengherankan, jika seorang pedagang mengetahui bahwa sebagian dari hartanya akan binasa, ia akan menjualnya dengan cara nasi’ah (pembayaran di belakang), meskipun pembelinya termasuk orang miskin. Lalu ia berkata, hal itu lebih baik daripada pelan-pelan harta itu binasa. Jika ia tidak menjualnya sampai harta itu binasa maka dia akan disalahkan. Dan jika ada orang mampu yang menjamin orang miskin itu, tetapi ia tidak mejualnya (kepada orang tersebut) maka dia disebut orang gila.

Dan sungguh, hampir setiap orang melakukan hal ini, tetapi masing-masing tidak menyadari bahwa hal itu mendekati gila. Sesungguhnya harta kita semuanya pasti akan binasa. Dan menafkahkan kepada keluarga dan anak-anak adalah berarti memberi pinjaman. Semuanya itu berada dalam jaminan kuat, yaitu Allah Yang Maha Tinggi. Allah berfirman : “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia pasti menggantinya”.

Lalu Allah memberi pinjaman kepada setiap orang, ada yang berupa tanah, kebun, penggilingan, tempat pemandian untuk berobat atau manfaat tertentu. Sebab setiap orang tentu memiliki pekerjaan atau tempat yang daripadanya ia mendapatkan harta. Dan semua itu milik Allah. Di tangan manusia, harta itu adalah pinjaman. Jadi, seakan-akan barang-barang tersebut adalah jaminan yang diberikan Allah dari rizkiNya, agar orang tersebut percaya penuh kepadaNya bahwa dia berinfak, Allah pasti akan menggantinya. Tetapi mesti demikian, ternyata ia tidak mau berinfak dan membiarkan hartanya lenyap begitu saja tanpa mendapat pahala dan disyukuri. [At-Tafsir Al-Kabir, 25/263]

Selain itu, Allah menegaskan janjiNya dalam ayat ini kepada orang yang berinfak untuk menggantinya dengan rizki (lain) melalui tiga penegasan. Dalam hal ini, Ibnu Asyur berkata : “Allah menegaskan janji tersebut dengan kalimat bersyarat, dan dengan menjadikan jawaban dari kalimat bersyarat itu dalam bentuk jumlah ismiyah dan dengan mendahulukan musnad ilaih (sandaran) terhadap khabar fi’il nya yaitu dalam firmanNya : “Fahuwa Yukhlifuhu”. Dengan demikian, janji tersebut ditegaskan dengan tiga penegasan yang menunjukkan bahwa Allah benar-benar akan merealisasikan janji itu. Sekaligus menunjukkan bahwa berinfak adalah sesuatu yang dicintai Allah. [Tafsirut Tahrir wa Tanwir,22/221]

Dan sungguh janji Allah adalah sesuatu yang tegas, yakin, pasti dan tidak ada keraguan untuk diwujudkannya, walaupun tanpa adanya penegasan seperti di atas. Lalu, bagaimana halnya jika janji itu ditegaskan dengan tiga penegasan ?

[2]. Dalil Lain Adalah Firman Allah.

“Artinya : Setan menjanjikan (menakut-nahkuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) ; sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui” [Al-Baqarah : 268]

Menafsirkan ayat mulia ini, Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Dua hal dari Allah, dua hal dari setan. ‘Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan’. Setan itu berkata, ‘Jangan kamu infakkan hartamu, peganglah untukmu sendiri karena kamu membutuhkannya’. “Dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir)”.

(Dan dua hal dari Allah adalah), “Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya”, yakni atas maksiat yang kamu kerjakan, “dan karunia” berupa rizki.[2]

Al-Qadhi Ibnu Athiyah menafsirkan ayat ini berkata : “Maghfirah (ampunan Allah) adalah janji Allah bahwa Dia akan mencukupi kesalahan segenap hambaNya di dunia dan di akhirat. Sedangkan al-fadhl (karunia) adalah rizki yang luas di dunia, serta pemberian nikmat di akhirat, dengan segala apa yang telah dijanjikan Alla Ta’ala [Al-Muharrarul Wajiz, 2/329]

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam menafsirkan ayat yang mulia ini berkata : “Demikianlah, peringatan setan bahwa orang yang menginfakkan hartanya, bisa mengalami kefakiran bukanlah suatu bentuk kasih sayang setan kepadanya, juga bukan suatu bentuk nasihat baik untuknya. Adapun Allah, maka ia menjanjikan kepada hambaNya ampunan dosa-dosa daripadaNya, serta karunia berupa penggantian yang lebih banyak daripada yang ia infakkan, dan ia dilipatgandakanNya baik di dunia saja atau di dunia dan di akhirat” [3]


[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau’il Kitab was Sunnah, edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah hal 72-74, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Darul Haq]
_________
Foote Note.
[1] Tafsir Ibnu Katsir 3/595. Lihat pula, Tafsirut Tahrir wa Tanwir, di mana di dalamnya disebutkan, ‘Secara lahiriah, ayat ini menunjukkan adanya penggantian rizki, baik di dunia maupun di akhirat’ (22/221).
[2] Tafsir Ath-Thabari no. atsar 6168, 5/571. Lihat pula, At-tafsirul Kabir, 7/65, Tafsirul Khazin, 1/290. Di mana disebutkan di dalamnya :”Ampunan (yang diberikan) merupakan isyarat terhadap manfaat-manfaat akhirat dan karunia adalah isyarat terhadap manfaat-manfaat dunia berupa rizki dan diganti”
[3] At-Tafsirul Qayyim, hal.168, Lihat pula, Fathul Qadir oleh Asy-Syaukani 1/438 dimana dia berkata : “Fadhl (karunia) itu adalah bahwa Allah akan mengganti kepada mereka dengan sesuatu yang lebih utama dari apa yang mereka infakkan. Maka Allah meluaskan rizkinya dan memberinya nikmat di akhirat dengan sesuatu yang lebih utama lebih banyak, lebih agung dan lebih indah.




Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=990&bagian=0


                                       

Minggu, 11 Maret 2012

Penyakit yang Menimpa Perempuan Tidak Berjilbab



     Rasulullah bersabda, "Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang, lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tiada mencium semerbak harumnya (HR. Abu Daud)
Rasulullah bersabda, "Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab) (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)
Penelitian ilmiah kontemporer telah menemukan bahwasannya perempuan yang tidak berjilbab atau berpakaian tetapi ketat, atau transparan maka ia akan mengalami berbagai penyakit kanker ganas di sekujur anggota tubuhnya yang terbuka, apa lagi gadis ataupun putri-putri yang mengenakan pakaian ketat-ketat. Majalah kedokteran Inggris melansir hasil penelitian ilmiah ini dengan mengutip beberapa fakta, diantaranya bahwasanya kanker ganas milanoma pada usia dini, dan semakin bertambah dan menyebar sampai di kaki. Dan sebab utama penyakit kanker ganas ini adalah pakaian ketat yang dikenakan oleh putri-putri di terik matahari, dalam waktu yang panjang setelah bertahun-tahun. dan kaos kaki nilon yang mereka kenakan tidak sedikitpun bermanfaat didalam menjaga kaki mereka dari kanker ganas. Dan sungguh Majalah kedokteran Inggris tersebut telah pun telah melakukan polling tentang penyakit milanoma ini, dan seolah keadaan mereka mirip dengan keadaan orang-orang pendurhaka (orang-orang kafir Arab) yang di da'wahi oleh Rasulullah.
Dan ingatlah ketika mereka katakan: Ya Allah andai hal ini (Al-Qur'an) adalah benar dari sisimu maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih ( Q.S. Al-Anfaal:32)
Dan sungguh telah datang azab yang pedih ataupun yang lebih ringan dari hal itu, yaitu kanker ganas, dimana kanker itu adalah seganas-ganasnya kanker dari berbagai kanker. Dan penyakit ini merupakan akibat dari sengatan matahari yang mengandung ultraviolet dalam waktu yang panjang disekujur pakaian yang ketat, pakaian pantai (yang biasa dipakai orang-orang kafir ketika di pantai dan berjemur di sana) yang mereka kenakan. Dan penyakit ini terkadang mengenai seluruh tubuh dan dengan kadar yang berbeda-beda. Yang muncul pertama kali adalah seperti bulatan berwarna hitam agak lebar. Dan terkadang berupa bulatan kecil saja, kebanyakan di daerah kaki atau betis, dan terkadang di daerah sekitar mata; kemudian menyebar ke seluruh bagian tubuh disertai pertumbuhan di daerah-daerah yang biasa terlihat, pertautan limpa (daerah di atas paha), dan menyerang darah, dan menetap di hati serta merusaknya.
Terkadang juga menetap di sekujur tubuh, diantaranya: tulang, dan bagian dalam dada dan perut karena adanya dua ginjal, sampai menyebabkan air kencing berwarna hitam karena rusaknya ginjal akibat serangan penyakit kanker ganas ini. Dan terkadang juga menyerang janin di dalam rahim ibu yang sedang mengandung. Orang yang menderita kanker ganas ini tidak akan hidup lama, sebagaimana obat luka sebagai kesempatan untuk sembuh untuk semua jenis kanker (selain kanker ganas ini), dimana obat-obatan ini belum bisa mengobati kanker ganas ini.
Dari sini, kita mengetahui hikmah yang agung anatomi tubuh manusia di dalam perspektif Islam tentang perempuan-perempuan yang melanggar batas-batas syari'at. yaitu bahwa model pakaian perempuan yang benar adalah yang menutupi seluruh tubuhnya, tidak ketat, tidak transparan, kecuali wajah dan telapak tangan. Dan sungguh semakin jelaslah bahwa pakaian yang sederhana dan sopan adalah upaya preventif yang paling bagus agar tidak terkena "adzab dunia" seperti penyakit tersebut di atas, apalagi adzab akhirat yang jauh lebih dahsyat dan pedih. Kemudian, apakah setelah adanya kesaksian dari ilmu pengetahuan kontemporer ini -padahal sudah ada penegasan hukum syari'at yang bijak sejak 14 abad silam- kita akan tetap tidak berpakaian yang baik (jilbab), bahkan malah tetap bertabarruj???
( Sumber: Al-I'jaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah, Oleh :Muhammad Kamil Abd Al-Shomad )

Hikmah Pendengaran


     Hikmah Didahulukan Pendengaran daripada Penglihatan Di Dalam Al-Qur'an
Manusia ketika hilang matanya, maka hilanglah segalanya, hidup dalam kegelapan sepanjang waktu, tidak bisa melihat apa-apa...
     Akan tetapi kalau manusia kehilangan pendengarannya, maka dia masih bisa melihat. Pada saat itu, musibah yang ia derita lebih ringan daripada ia kehilangan mata.
Akan tetapi Allah ta'alaa ketika menyebutkan kata "pendengaran" dalam Al-Qur'an selalu didahulukan daripada penglihatan.
     Sungguh, ini merupakan satu mu'jizat Al-Qur'an yang mulia. Allah telah mengutamakan dan mendahulukan pendengaran daripada penglihatan. Sebab, pendengaran adalah organ manusia yang pertama kali bekerja ketika di dunia, juga merupakan organ yang pertama kali siap bekerja pada saat akhirat terjadi.    

Maka pendengaran tidak pernah tidur sama sekali.
     Sesunguhnya pendengaran adalah organ tubuh manusia yang pertama kali bekerja ketika seorang manusia lahir di dunia. Maka, seorang bayi ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengar, berbeda dengan kedua mata. Maka, seolah Allah ta'alaa ingin mengatakan kepada kita, "Sesungguhnya pendengaran adalah organ yang pertama kali mempengaruhi organ lain bekerja, maka apabila engkau datang disamping bayi tersebut beberapa saat lalu terdengar bunyi kemudian, maka ia kaget dan menangis. Akan tetapi jika engkau dekatkan kedua tanganmu ke depan mata bayi yang baru lahir, maka bayi itu tidak bergerak sama sekali (tidak merespon), tidak merasa ada bahaya yang mengancam. Ini yang pertama.
Kemudian, apabila manusia tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali pendengarannya. Jika engkau ingin bangun dari tidurmu, dan engkau letakkan tanganmu di dekat matamu, maka mata tersebut tidak akan merasakannya. Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telingamu, maka anda akan terbangun seketika. Ini yang kedua.
     Adapun yang ketiga, telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar. Allah ta'alaa ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi tidur selama 309 tahun.
Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama bertahun-tahun (selama 309 tahun, lihat pada ayat 25 berikutnya -pent) (Q.S. Al-Kahfi: 11)
Dari sini, ketika telinga tutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama beratus-ratus tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan-gerakan manusia pada siang hari menghalangi manusia dari tidur pulas, dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan bisa tidur pulas, dan telinga tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun.

     Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian yang dilakukan oleh pendengaranmu, mata-mata kalian, dan kulit-kulit kalian terhadap kalian sendiri, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. (Q.S. Fushshilat: 22)
Kenapa kalimat "pendengaran" dalam ayat tersebut berbentuk tunggal (mufrad) dan kalimat "penglihatan" dan "kulit" dalam bentuk jamak ?
     Pendengaran-pendengaran kalian, penglihatan-penglihatan kalian, dan kulit-kulit kalian.
Dan memang konteks ayatnya adalah pendengaran dan penglihatan (bentuk tunggal) atau pendengaran-pendengaran dan penglihatan-penglihatan (bentuk jamak). Akan tetapi Allah ta'alaa dalam ayat di atas -yang demikian rinci dan jelas- ingin mengungkapkan kepada kita tentang keterperincian Al-Qur'an yang mulia.      Maka mata adalah indera yang bisa diatur sekehendak manusia, saya bisa melihat dan bisa tidak melihat, saya bisa memejamkan mata bila saya tidak ingin melihat sesuatu, memalingkan wajahku ke arah lain, atau pun mengalihkan pandanganku ke yang lain yang ingin saya lihat. Akan tetapi telinga tidak memiliki kemampuan itu, ingin mendengar atau tidak ingin mendengar, maka anda tetap mendengarnya. Misalnya, anda dalam sebuah ruangan yang di sana ada 10 orang yang saling berbicara, maka anda akan mendengar semua suara mereka, baik anda ingin mendengarnya atau tidak; anda bisa memalingkan pandangan anda, maka anda akan melihat siapa saja yang ingin anda lihat dan anda tidak bisa melihat orang yang tidak ingin anda lihat. Akan tetapi, anda tidak mampu mendengarkan apa yang ingin anda dengar perkataannya dan tidak juga mampu untuk tidak mendengar orang yang tidak ingin anda dengar. Paling-paling anda hanya bisa seolah-olah tidak tahu atau seolah-olah tidak mendengar suara yang tidak ingin anda dengar, akan tetapi pada hakikatnya semua suara tersebut sampai ke telinga anda, mau atau pun tidak.
Jadi, mata memiliki kemampuan untuk memilih; anda bisa melihat yang itu atau memalingkan pandangan mata dari hal itu, saya pun demikian, dan orang lain pun demikian, sedangkan pendengaran; setiap kita mendengar apa saja yang berbunyi, diinginkan atau pun tidak. Dari hal ini, maka setiap mata berbeda-beda pada yang dilihatnya, akan tetapi pendengaran mendengar hal yang sama. Setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita tidak mampu memilih hal yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang berbunyi, suka atau tidak suka, sehingga pantas Allah ta'alaa menyebutkan kalimat "pandangan" dalam bentuk jamak, dan kalimat "pendengaran" dalam bentuk tunggal, meskipun kalimat pendengaran didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang tidak pernah tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau organ yang bisa tidur atau istirahat. Maka telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa berfungsi sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya baru bisa berfungsi setelah beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian setelah beberapa tahun kemudian, atau pun 10 tahun lebih.
     Dan telinga tidak pernah tidur, ketika engkau sedang tidur maka semua organ tubuhmu tidur atau istirahat, kecuali telinga. Jika terdengar suara disampingmu maka spontan engkau akan terbangun. Akan tetapi, jika fungsi telinga terhenti, maka hiruk-pikuk aktivitas manusia di siang hari dan semua bunyi yang ada tidak akan membangunkan tidur kita, sebab alat pendengarannya (penerima bunyi) yaitu telinga tidak bisa menerima sinyal ini. Dan telinga pulalah yang merupakan alat pendengar panggilan penyeru pada hari qiamat kelak ketika terompet dibunyikan.
     Dan mata membutuhkan cahaya untuk bisa melihat, sedangkan telinga tidak memerlukan hal lain. Maka, jika dunia dalam keadaan gelap, maka mata tidak bisa melihat, walaupun mata anda tidak rusak. Akan tetapi telinga bisa mendengar apapun, baik siang maupun malam; dalam gelap maupun terang benderang. Maka telinga tidak pernah tidur dan tiak pernah berhenti berfungsi. Subhanallah......

Minggu, 12 Februari 2012

AKHLAK DALAM THOLABUL ILMI



PENDAHULUAN

     Kebutuhan hati dan akal kita terhadap ilmu seperti kebutuhan badan kita terhadap gizi dan makanan, bahkan lebih dari itu. Pasalnya setiap aktifitas yang kita lakukan harus berdasarkan pada ilmu. Sebagaimana perkataan Imam Ahmad rohimahullah : “kebutuhan manusia akan ilmu itu lebih dari kebutuhan mereka terhadap makanan atau minuman, sebab kebutuhan pada keduanya sehari cukup satu sampai dua kali sedang kebutuhannya akan ilmu sejumlah bilangan keluar masuk nafasnya”.
Terutama terhadapa ilmu syar’ie, yang mana hati manusia akan menjadi kering, gersang dan bahkan mati jika tidak pernah mendapatkan konsumsi ilmu tersebut. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman di dalam al qur’an surat al an’am : 102
“ Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) kemudian kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang yang dengan cahaya itu ia dapat berjalam di tengah-terngah manusia serupa dengan orang-orang yang  keadaanya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah kami jadikan orang kafir memandang baik apa yang mereka kerjakan”.
Karena begitu urgen dan vitalnya esensi ilmu tersebut (terutama ilmu syar’ie), maka untuk mendapatkannya tidaklah dengan mudah, karena tujuan dari ilmu tersebut tidaklah sebatas untuk dikonsumsi dan ditrasfer oleh otak kita saja, akan tetapi juga oleh hati. Ilmu ini juga akan membuahkan amal dalam kehidupan riel / nyata, sebagaimana generasi para sahabat yang mereka dapat mengaplikasikan esensi dan kandungan dalam al qur’an sehingga mereka berpredikatkan sebagai al qur’an yang berjalan.
Maka seorang tholibul ilmi untuk mendapatkan ilmu tersebut harus memenuhi etika dan adab-adabnya sebagaimana para salaf telah memberikan tauladan yang baik bagi kita.
Ikhwanifillah, berkenaan dengan masalah adab dalam tholabul ilmi pada hari ini kita dihadapkan pada sesuatu dilema di dalamnya, pasalnya di satu pihak ada orang yang begitu cuek dengan masalah ini atau mereka tidak begitu memperhatikan dengan masalah ini seperti terjadi pada pondok-pondok yang notabene disebut sebagai pondok madern ataukah permasalahan dalam tholabul ilmi itu seperti yang kita saksikan pada kebanyakan pondok-pondok yang berbau sufiisme yang notabene mereka mengaku sebagai pondok salafy. Yang mereka begitu menjunjung adab dalam thalabulilmi, mereka menempatkan syekhnya pada manzilah yang sangat istimewa yang tidak ada yang dapat membantah perkataannya itu semua mereka tujukan untuk menghormati syekh mereka padahal apa-apa yang mereka lakukan sarat dengan kebid’ahan dan kesyirikan.
      Ikhwnifllah, karena pelik dan pentingnya permasalahan tersebut dalam kehidupan bertholabul ilmi kita maka pada moment ini kami ingin sedikit memaparkan tentang permasalahan tersebut yang kami beri judul “BAGAIMANA AKHLAQ DALAM BERTHOLABUL ILMU” dan untuk lebih jelasnya maka disini kami susun beberapa etape pembahasan yang akan kita paparkan dalam pembahasan ini :
 1. Keutamaan ilmu, mencari dan mengajarkannya.
 2. Hal-hal yang berkaitan dengan ilmu.
  ? Macam-macam ilmu.
  ? Beramal dengan ilmu.
  ? Sarana mendapatkan ilmu.
  ? Sifat-sifat ulama’.
  ? ulama’syu’.
  ? ulama’ akherat.
 3. Diantara potret orang yang ghulu dalam mengaplikasikan adap dalam tholabul ilmi.
 4. Diantara adab-adab yang dicontohkan para salaf.
 5. Adab seorang mualim
  a. Adab terhadap diri sendiri.
  b. Adab dalam mengajar.
 6. Adab seorang muta’alim
  - Adab terhadap diri sendiri.
  - Adab terhadap mu’alim.
  - Adab dalam majlis.
 7. Diantara potret akhlaq salaf dalam tholabul ilmi.
 8. Penutup.

Itulah kiranya beberapa etape pembahasan yang akan kami ketengahkan pada pembahasan kali ini.

MACAM-MACAM ILMU
     Ibnu Taimiyah rohimahullah membagi ilmu yang bermanfaat menjadi dasar hikam dan merupakan salah satu bidang penyanggahnya, menjadi tiga bagian. Beliau berkata :” ilmu yang terpuji telah disebutkan oleh al kitab dan as sunah ialah ilmu yang diwariskan para nabi “ yang demikian itu sesuai dengan sabda Rasulullah ShallAllahu 'Alaihi Wasallam :
إن الأنبياء لم يرثوادرهما وإنما ورثوا العلم فمن أخذه بحظ وافر
Artinya : sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan dirham atau dinar, tetapi mereka mewariskan ilmu, barang siapa yang telah mendapatkan ilmu tersebut berarti dia telah mendapatkan bagian yang banyak dari harta warisan peninggalan para nabi”
Dan ilmu yang diwariskan para nabi itu ada tiga macam:
    1. ilmu tentang Allah, asma’ dan sifat-Nya serta hal-hal yang berhubungan dengannya, sebagai contoh : Allah ta’alla menurunkan surat al ikhlas dan ayat kursi serta ayat-ayat yang lain.
    2. Ilmu tentang apa-apa yag telah dikabarkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengenai perkara-perkara yang telah lalu dan yang akan datang, juga apa-apa yang bakal terjadi dimasa mendatang. Sebagai contoh dari ilmu ini Allah Ta’ala menurukan ayat-ayat yang berisikan cerita-cerita (al qoshos), janji, ancaman, sifat surga dan neraka dan lain sebagainya.
    3. ilmu tentang perintah Allah ta’ala, termasuk di dalamnya ilmu yang berkaitan hati dan jawarih, yaitu iman kepada Allah Ta’ala, mengetahui hakekat hati, dan keadaannya. Serta keadaan organ tubuh, ucapan dan perbuatanya, masuk dalam kategori ilmu ini ilmu tentang dasar-dasar iman dan Islam, ilmu tentag aqwal (ucapan) dan af’al (perbuatan) yng dlohir, dan ilmu yang mencakup dalam kitab-kitab fiqh yaitu ilmu tentang hukum perbuatan dhohir, ilmu-ilmu ini adalah seperempat dari ilmu dien.

BERAMAL DENGAN ILMU

    Suatu ilmu harus disertai dengan kemantapan hati, dan pengetahuan tentang apa  yang menjadi tuntutanya. Kesempurnaan ilmu ada ketika tuntutannya sudah dipenuhi dan diamalkan. Ilmu tidak diamalkan kelak dihari kiamat akan menjadi penghujat atas pemiliknya. Oleh karena itu Allah memperingatkan kaum muslimin agar tidak mengatakan sesuatu yang tidak dilakukanya, sebagai tanda rahmat-Nya kepada mereka dan keutamaan-Nya serta  kebaikan-Nya terhadap mereka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
ياأيها الذين امنوا لما تقولون مالا تفعلون كبر مقتا عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan ? amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. ( Q.S As Shof : 2-3 )
Begitu juga Allah melarang mereka menyembunyikan ilmu (kitmanul ilmi) dan sebaliknya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyuruh mereka agar menyampaikan ilmu dan menyebarkannya kepada manusia sesuai daya dan kemampuan yang telah Allah Subhanahu Wa Ta'ala berikan kepada mereka. Sesungguhnya Allah tidak membebani satu jiwa pun kecuali sesuai dengan kemampuanya. Allah berfirman :
إن الذين يكتمون ما أنزلنا من البينات و الهدى من بعد ما بينّه للناس في الكتاب أولئك الذين يلعنهم الله ويلعنهم اللاعنون
Artinya : Sesunggunya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan ( yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menurunkanya kepada manusia dalam al kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat pula oleh semua makhluk yang dapat melaknat. ( al baqoroh : 159 )
Barang siapa yang menyembunyikan ilmunya dan mengumpulkan dua kerusakan : menyembunyikan apa-apa yang diturunkan Allah ta’ala dan dilaknat semua makluk yang bisa melaknat, karena usahanya menipu makhluk, merusak agama mereka dan menjauhkan mereka dari rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala . orang seperti ini diganjar sesuai dengan amal yang dilakukan, sebagaimana orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, maka setiap sesuatu hingga ikan yang ada didalam air burung-burung yang terbang di udara memohonkan ampun untuknya, karena usahanya menebarkan kemaslahatan kepada hamba dan memperbaiki agama mereka dan karena dia telah mendekatkan mereka kepada rohmat Allah ta’ala, maka dia dibalas sesuai dengan jenis amalnya.
Demikian juga Rosulullah ShallAllahu 'Alaihi Wasallam telah menjelaskan : barang siapa yang ditanya tentang ilmu yang diketahuinya, kemudian ia menyembunyikannya maka kelak pada hari kiamat akan dikalungkan pada lehernya yang terbuat dari api neraka.
Ilmu yang bermanfaat tidak akan bisa terwujud kecuali jika disertai dengan amal. Sufyan bin uyainah mengatakan : manusia yang paling bodoh ialah yang meninggalkan sesuatu yang diketahuinya (tidak mengamalkan ilmunya) dan manusia yang palingh cerdik ialah : yang mengamalkan sesuatu yang diketahuinya dan manusia yang paling utama yang paling tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Abdullah bin mas’ud RadliyAllahuanhu berkata : belajarlah, jika kalian sudah berilmu maka amalkanlah. Beliau juga berkata : pada dasarnya manusia itu baik perkataannya. Barang siapa yang perbuatannya sesuai dengan perkataannya maka telah beruntunglah nasibnya, dan barang siapa perbuatannya bertentangan dengan perkataannya sesungguhnya dia telah menghinakan dirinya sendiri. Ali bin Abi tholib RadliyAllahuanhu juga mengatakan hai para pembawa ilmu amalkanlah ilmu yang kalian bawa, sesungguhnya orang alim ialah yang memiliki ilmu kemudian mengamalkannya, dan ilmunya sesuai dengan amalanya. Kelak akan datang beberapa kaum yang membawa ilmu, tetapi ilmunyatidak bisa melewati kerongkonganya, amal batinnya bertentangan dengan amal dhohirnya, dan amalnya bertentangan dengan ilmunya, mereka mengadakan halaqoh-halaqoh tetapi sebagian atas sebagian yang lain saling membanggakan diri, hingga ada seorang yang marah terhadap temen majlisnya, kemudian meninggalkan majlisnya dan berpindah kemajlis lain. Mereka itulah orang – orang yang amal majlisnyatidak bisa naik kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Abu darda’ RadliyAllahuanhu : “ kamu tidak akan menjadi orang ayng bertaqwa hingga kamu berilmu dan kamu tidak bisa menjadi baik hingga kamu mengamalkan ilmumu.
Maka jelaslah bawa ilmu tidak akan menjadi tiang penyanggah hikamh kecuali jika diiringi dengan amal, sebagaimana yang telah dicontohkan para salafus sholih terutama para sahabat Nabi ShalAllahu Alaihi Wasallam selalu diiringi dan dibuktikan dengan amal, oleh karenanya ucapan, perbuatan dan seluruh tingkah laku mereka penuh dengan hikmah. Rasulullah ShalAllahu Alaihi Wasallam bersabda : “ tidak ada sifat hasad kecuali dalam dua perkara : seorang laki-laki yang dekaruniai harta kemudian dihabiskan dalam kebenaran dan seorang yang dikaruniai hikmah kemudian menghukumi dengannya dan mengajarkan kepada yang lainnya.

SARANA MENDAPATKAN ILMU

     Ilmu yang bermanfaat banyak memiliki factor penunjang untuk meraihnya, dan sarana yang bisa ditempuh untuk mendapatkannya. Diantara saranayang utama ialah :
  1. Hendaklah senantiasa berdo’a  kepada Allah Ta’ala agar diakaruniai ilmu yang bermanfaat, memohon pertolongan-Nya dan selalu membutuhkan-Nya. Sebagaimana yang tersebut dalam firman-Nya :
  2. Ijtihad (bersungguh-sungguh ) dalam mencari ilmu, senantiasa rindu terhadapnya, dan memiliki kecintaan (rughbah) dan mengerahkan semua sarana dalam mencari ilmu tentang Al Kitab dan As Sunnah.
Karena inilah imam syafi’ie berkata : Hai saudarakau, kamu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara, yang akan aku jelaskan perincianya sebagai berikut : Pertama adalah Dzaka’ (kepandaian), kedua rakus terhadapnya, ketiga ijtihad (bersungguh-sungguh), keempat adalah biaya, kelima bergaul dengan guru dan keenam adalah panjang masanya.
  3. Menjauhi segala bentuk kemaksiatan dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. ini adalah sarana untuk mendapatkan ilmu. Sebagai mana firman-Nya :

Artinya : Dan bertakwalah kepada Allah, Allah akan mengajarimu dan Allah mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al Baqoroh : 282 )
Dan firman-Nya pula :
Artinya: Hai orang-orang ayng beriman jika kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengaruniai ilmu yang dapat membedakan antara yang haq dan batil.(Q.S. ali Imron :  )
Dan karena itulah Abdullah bin Mas’ud RadliyAllahuanhu berkata:
“ Aku berani mengatakan bahwa orang akan begitu mudah melupakan ilmu yan telah diketahui (dimilikinya) hanya karena dosa  yang telah dikerjakannya”.
Imam As Syafi’ie berkata :
“ Aku mengadukan kepada Waqi’ tentang buruknya hafalanku, lalu beliau memberiku petunjuk supaya aku meninggalkan maksiat. Beliau menggambarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya (nuur) dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.
  4. membuang sifat sombong dan malu dalam mencari ilmu.

Aisyah RadliyAllahuanha berkata : sebaik-baik wanita adalah wanita anshor, sifat malu tidak menghalangi mereka dalam belajar dan mendalami agama.
Imam Mujahid berkata : orang yang pemalu dan yang sombong tidak akan bisa belajar ilmu.
  5. ikhlas karena Allah set dalam mencari ilmu dan beramal dengannya. Rosulullah ShalAllahu Alaihi Wasallam bersabda : Barang siapa yang belajar ilmu ( yang bisa dijadikan sebagai jalan mencari ridlo Allah ) dia tidak mempelajarinya kecuali hanya untuk mendapatkan bagian kedudukan di dunia maka kelak di hari qiamat dia tidak bisa mencium baunya surga”.  jadi ilmu harus disertai dengan amal ikhlas dan mutaba’ah.

SIFAT ULAMA’ SHU’ DAN ULAMA’ AKHIRAT
     
     Ulama’ su’ (yang buruk) adalah ulama’ yang dengan ilmunya ingin mendapatkan kenikmatan di dunia dan mendapatkan kedudukan terpandang di kelompoknya. Abu Huroiroh RadliyAllahuanhu meriwayatkan dari Nabi ShalAllahu Alaihi Wasallam beliau bersabda :
من تعلّم علما ممّا يبتغي به وجه الله عزّ وجلّ لا يتعلّمه إلاّ ليصيب به  عرضا من الدنيا لم يجد عرق الجنة يوم القيامة. رواه أبو داود وابن ماجه وابن حبان
Artinya : barang siapa mempelajari suatu ilmu, yang dengan ilmu itu semestinya dia mencari wajah Allah, dia tidak mempelajarinya melankan untuk mendapatkan kekayaan dunia maka dia tidak akan mencium bau surga pada hari qiamat. (diriwayatkan abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Ibnu Hibban )

Artinya : barang siapa mempelajari ilmu untuk membanggakan diri dihadapan ulama’ atau mendebat orang – orang bodoh, atau mengalihkan pandangan manusia kepada dirinya maka dia berada di neraka. ( diriwayatkan oleh At Tirmidzi )
Diantara sifat-sifat para ulama’ akherat adalah mereka mengetahui bahwa dunia ini hina sedangkan akherat adalah mulia, keduanya seperti dua macam kebutuhan pokok, namun mereka lebih mementingkan akherat. Perbuatan mereka tidak bertentangan dengan perkataan, kecenderungan mereka tidak bertentangan dengan perkataan.
Diantara sifat-sifat ulama akherat adalah : mereka membatasi diri untuk tidak terlalu dekat dengan para penguasa dan bersikap waspada jika bergaul dengan mereka.
Hudzaifah RadliyAllahuanhu pernah perkata : jauhilah beberapa sumber cobaan. Ada yang bertanya apa itu ? dia menjawab : Pintu-pintu penguasa. Salah seorang diantara kalian memasuki tempat tinggal seorang penguasa lalu dia membenarkan dirinya dengan cara dusta dan mengatakan apa yang tidak seharusnya dikatakan”.
Sa’id bin Al Musayyaf rohimahullah berkata : apabila kalian melihat seorang ulama’ mendatangi para penguasa, maka ia adalah pencuri.
Diantara orang salaf berkata  : sesungguhnya engkau tidak mengusik keduniaan mereka sedikitpun, melainkan mereka akan mengusik agamamu dengan  takaran yang lebih banyak lagi.
Diantara sifat-sifat mereka juga tidak cepat-cepat mengeluarkan fatwa dan tidak mengeluarkan fatwa kecuali setelah yaqin akan kebenarannya dan mereka biasa meneliti kembali fatwanya hingga kembali lagi kebagian awal.
Abdurrahman bin Abu laila rohimahullah berkata : didalam masjid ini aku pernah bertemu dengan seratus lima puluh para sahabat mereka ditanya tentang suatu hadits atau fatwa, melainkan dia juga menanyakannya kepada yang lainnya hingga merasa yaqin akan kebenarannya. Kemudian pada zaman sekarang muncul orang-orang yang mengaku sebagai ulama’, yang begitu mudah mengeluarkan jawaban mengenai berbagai masalah, yang seandainya masalah-masalah itu disodorkan kepada Umar bin Khotob tentu dia akan mengumpukan orang-orang yang pernah ikut dalam perang badar dan meminta pendapat mereka.
Diantara sifat ulama’ akherat juga ialah : mereka lebih banyak mengkaji ilmu tentang amal, yang berkaitan dengan hal-hal yang membuat amal-amal itu menjadi rusak, mengeruhkan hati dan menimbulkan kegoncangan. Sebab gambaran amal-amal itu dekat dan mudah, tetapi yang sulit adalah membuatnya bersih, sementara dasar agama adalah menjaga diri dari keburukan. Bagaimana mungkin seorang dapat menjaga amal jika dia tidak tahu apa yang harus dijaganya ?
Diantara sifat-sifat yang lain ialah : mengkaji rahasia- rahasia amal syar’iyah dan mengamati hokum-hukumnya, dan sifat-sifat mereka yang lain adalah mengikuti para sahabat dan para tabi’ien yang pilihan serta menjaga diri dari hal-hal yang baru.

ADAB SEORANG MUALIM

I. ADAB TERHADAP DIRINYA SENDIRI
  1. Meniatkan hanya untuk mencari ridho Allah semata.
  2. tidak memaksudkan amalannya untuk mencari tujuan dunia, seperti untuk mencari harta, pangkat, ketenaran dan lain sebagainya.
  3. berakhlak mulia yang sesuai dengan syar’ie dan dianjurkan olehnya. Seperti zuhud, sabar, santun, waro’, khusu’, sakinah, sopan, tawadlu’, rendah hati, menjauhi tawa dan banyak bergurau.
  4. selalu menggunakan adab dengan adab-adab syar’ie baik yang nampak atau tersembunyi. Seperti ; membersihkan kotoran, menjaga sunnah-sunnah fitrah, diantarannya ;  mencabut bulu ketiak, mencukur kumis, memanjangkan jenggot, mencukur bulu kemaluan, menghilangkan dan menjauhi bau-bau yang tidak sedap dan lain sebagainya.
  5. berhati-hati dari penyakit-penyakit hati seperti ; hasad, iri, dengki, ujub (sombong), merendahkan manusia yang derajatnya berada di bawahnya.


II. ADAB DALAM MENGAJAR.
  1. Meniatkan pekerjaan tersebut hanya untuk mencari ridho Allah.
  2. Tidak menjadikannya sebagai wasilah untuk mencari dunia.
  3. seorang mualim hendaknya selalu menghadirkan di dalam pikirannya bahwa apa yang ia lakukan adalah ibadah kepada Allah, sehingga dengan itu ia dapat selalu memotivasi dirinya untuk selalu meniatkannya hanya untuk mencari ridho Allah.
  4. Seorang mualim hendaknya selalu mengajarkan kepada para muta’alimnya untuk berakhlak yang mulia seperti; ikhlas, jujur, berniat yang baik dalam setiap perkataan dan perbuatannya, selalu bermuroqobah kepada Allah dalam setiap keadaan sampai ajal tiba.
  5. Menghabarkan kepada mereka bahwa dengan hal itu maka pintu pengetahuan akan terbuka baginya, lapang dadanya, akan memancar dari dalam hatinya pancaran hikmah serta akan memberikan barokah bagi diri dan ilmunya.
  6. seorang mualim hendaknya perhatian dengan urusan muta’alimnya, sebagaimana perhatiaannya kepada diri dan anak-anaknya sendiri, seakan ia adalah bapak bagi mereka.
  7. Seorang mualim hendakanya bersabar atas jeleknya perangai dan kurangnya adab para muta’alimnya, memaafkan ketika mereka menampakkan akhlak-akhlak tersebut. Karena manusia tidak luput dari salah dan alpa serta penuh kekurangan.
  8. Seorang mualim hendaknya mencintai dan menyayangi para muta’alimnya seperti cintanya pada diri sendiri karena kebaikan yang mereka lakukan dan membenci mereka karena dosa yang mereka lakukan.
  9. Seorang mualim hendaknya tidak sombong dihadapan para muta’alimnya, tetapi hendaknya ia bertawadlu’ dan berlemah lembut,   karena Allah berfirman :                                       واحفض جناحك للمؤمنين
Dan sabda Rosulullah dari sahabat Iyad bin Himar beliau bersabda :
 إن الله أوحى إلي أن توضعوا – رواه مسلم –
artinya ; bahwasanya Allah mewahyukan kepadaku supaya kalian bertawadlu’.
dan dari Abu Huroiroh bahwa Rosulullah bersabda :
ما نقصت صدقة من مال وماز اد الله عبد بعفو إلا عزا وما تواضع أحد لله إلا رفعه الله
Artinya : tidaklah berkurang harta itu karena shodaqoh, tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba yan memberi pemaafan kecuali Allah menambah kemuliaan baginya dan tidaklah seseorang bertawadlu’ karena Allah kecuali Allah akan mengangkatnya.
ini adalah tawadlu’ untuk semua manusia, sedang bagaimana untuk mereka yang seperti anak-anaknaya sendiri yaitu para muta’alim ? Rosulullah bersabda : لينوا لمن تعلّمون ولمن تتعلمون منه
artinya : berlemah lembutlah kalian terhadap orang yang engkau belajar darinya dan kepada orang yang belajar kepada kalian.
Fudhail bin Iyad berkata : sesungguhnya Allah azzawajalla itu mencintai seorang alim yang bertawadlu’ dan murka kepada seorang alim yang lalim. Barang siapa bertawadlu’ kepada Allah, maka Allah akan mewariskan hikmah kepadanya.
  10. Seorang mualim hendaknya penuh semangat dan pehatian di saat mengajar para muta’alimnya, Ia lebih mendahulukan urusan mereka dari pada kebutuhan pribadinya jika hal itu tidak membawa madlorot, menyambut kedatangan para muta’alimnya, menampakkan kepada mereka kegembiraan dan muka yang berseri-seri.
  11. Seorang mualim hendaknya bersabar dan berlapang dada dalam memahamkan dan mentransver ilmunya kepada para muta’alimnya, sesuai dengan kadar kemampuan mereka masing-masing.
  12. Seorang mualim hendaknya selalu menasehati para muta’alimnya untuk selalu mengisi dan menyibukkan waktunya dengan ilmu dan mengulang hafalan-hafalan mereka.
  13. seorang mualim hendaknya dalam keadaan suci ketika mengajar, duduk menghadap qiblat , duduk dengan tabaru’ jika ia suka, duduk dengan hormat, menggunakan pakaian yang putih bersih dan tidak menggunakan pakaian yang mewah dan menonjol, tidak membatasi dirinya untuk selalu berakhlak mulia sehingga akan mencerminkan bahwa ia adalah orang yang sedikit muru’ahnya tapi hendaknya sebaliknya selalu berhias dengan akhlak yang mulia, serta hendaknya memuliakan orang yang lebih utama baik ilmu, umur dan kemuliaan.
  14. Seorang mualim hendaknya menjaga tangan, mata, dari hal yang tidak bermanfaat, memandang kepada para hadirin dengan pandangan yang baik. Duduk di tempat yang dapat di lihat oleh para hadirin hadirin yang ada ( para muta’alim ).
  15. seorang mualim hendaknya memulai materi yang akan ia sampaikan dengan bacaan al qur’an, membaca basmalah, tahmid dan berdo’a kepada Allah, membaca sholawat kepada Rosulullah ShollAllahu'alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan segenap kaum muslimin, kemudian mendoakan para ulama’ yang terdahulu, para mualimnya, orang tua, kepada para hadirin dan semua kaum muslimin kemudian berkata :      
  16. حسبنا الله ونعم الوكيل ولا حولا ولا قوة إلا بالله العلي العظيم. اللهم إني أعوذ بك من أن أضلّ أو أزل أو أظلم أو أجهل أو يجهل علي
  17. Seorang mualim hendaknya memulai materi yang akan ia sampaikan dengan materi yang paling utama. Seperti dengan tafsir kemudian hadits, usul, madzhab, ikhtilaf kemudian jidal. Dan lain sebagainya.
  18. seorang mualim hendaknya dapat mengatur suaranya, tidak mengangkat suaranya dengan berlebih-lebihan ataupun merendahkanya sehingga tidak terdengar oleh para muta’alim ataupun para hadirin yang ada. Hendaknya juga dapat mengatur dan menjaga majlis dari keributan ( kegaduhan ), menjaga akhlak para hadirin ketika dalam majlis, jika nampak hal yang kurang baik dari para hadirin atau para muta’alim segera menegurnya sebelum menyebar kepada yang lainnya serta mengingatkan mereka bahwa tujuan dari majlisnya ini adalah hanya untuk mencari ridlo Allah semata.
  19. seorang mualim ketika ditanya hendaknya ia tidak menghinakan atau merendahkan si penanya, apabila ia ditanya tentang suatu masalah kemudian ia tidak mengetahuinya maka hendaknya ia berkata :  أنا لا أعرف  ( saya tidak tahu ). Karena dari ilmunya seorang alim adalah jika ia tidak mengetahui ia berkata saya tidak tahu atau   والله أعلم  .  ibnu mas’ud berkata :      يأيها الناس من علم شيأ فليقل به ومن لم يعلم فليقل الله أعلم فإن من العلم أن يقول لما لا يعلم الله أعلم.  Artinya : Wahai manusia, barang siapa mengetaui sesuatu hendaknya ia mengatakannya, dan barang siapa tidak mengetahui hendaknya berkata   الله أعلم , karena dari sebagian ilmu berkata bagi sesuatu yang tidak ia ketahui  الله أعلم  .
sesungguhnya perkataan seorang alim لا أدري  “ saya tidak tahu “ itu tidak akan menjatuhkan kedudukannya atau pamor dirinya, tapi itu adalah tanda atau dalil kebesaran dan ketaqwaannya serta kesempurnaan akan pengetahuannya. Rosulullah bersabda :  المتشبع بما لا يعطى كلا بس ثوبي زور   artinya : orang yang kenyang dengan sesuatu yang tidak di berikan kepadanya seperti orang yang memakai pakaian palsu.




ADAB SEORANG MUTA’ALIM

ADAB TERHADAP DIRI SENDIRI
Adab seorang muta’alim terhadap dirinya sendiri seperti adab seorang mualim terhadap dirinya yaitu :
  1. Hendaknya ia membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran penyakit hati supaya ia mudah untuk mendapatkan ilmu, menghafal dan membuahkannya.
  2. hendaknya seorang muta’alim memutuskan segala hal yang menghalanginya untuk bersungguh-sungguh dalam bertholabul ilmi. Bersabar atas kesempitan dunia yang ia hadapi. Imam Asy Syafi’ie berkata : tidak mendapatkan ilmu kecuali dengan bersabar atas kerendahan.
  3. Hendaknya seorang muta’alim bertawadlu’ terhadap ilmu dan mualimnya, maka dengan bertawadlu’ ia akan mendapatkan ilmunya. Perintah bertawadlu’ adalah mutlaq maka pada hal ini adalah lebih tepat.
  4. Tholabul ilmi adalah ibadah, seorang salaf berkata : ilmu itu adalah sholat yang tersembunyi dan ibadahnya hati. Maka hendaknya seorang muta’alim memperhatikan syarat-syarat ibadah seperti ikhlas dan lain sebagainya.
  5. Mengikuti manhaj salaf sholeh dari para sahabat, tabi’ien, dan orang-orang sholeh setelah mereka.
  6. seorang muta’alim hendaknya selalu takut kepada Allah Ta'ala baik dalam keadaan dlohir atau batin, menjaga syi’ar-syi’ar Islam, menampakkan sunnah Rosulullah dan menyebarkanya dengan amal dan da’wah. Allah berfirman :  إنما يخشى الله من عباده العلماء  
imam Ahmad berkata : أصل العلم خشية الله تعالى
  7. seorang muta’alim hendaknya selalu bermuroqobah kepada Allah Ta'ala baik dalam keadaan sepi atau nampak, berjalan kepada Allah Ta'ala dengan khouf dan roja’, keduanya bagi seorang muslim seperti dua sayap bagi seokor burung.
  8. Hendaknya selalu rendah hati dan menjauhi dari kesombongan.
  9. Hendaknya seorang muta’alim berhias dengan adab-adab yang mulia seperti kasih sayang, sopan, satun, sabar, tawadlu’ dan lain sebagainya. Sebagaimana perkataan seorang salaf :العلم حرب للفتى المتعالي # كاسيل حرب للمكان العالي  
  10. Hendaknya seorang muta’alim qona’ah dan zuhud. Hakekat zuhud adalah : zuhud terhadap yang haram dengan menjauhi batas-batasannya.

ADAB SEORANG MUTA’ALIM TERHADAP MUALIMNYA
  1. Hendaknya seorang muta’alim menjaga ridho mualimnya meskipun menyelisihi pendapat dirinya.
  2. Hendaknya seorang muta’alim memasuki majlis mualimnya dengan penuh kesiapan baik lahir maupun batin, mengosongkan hatinya dari hal-hal yang dapat memalingkannya dari bertholabul ilmi, membersihkan diri dan pakaiannya dengan bersiwak, memotong kumis, kuku dan menghilangkan bau yang tidak sedap.
  3. Memberi salam ketika memasuki majlis kepada para hadirin dengan suara yang dapat mereka dengar dan menghususkan salam bagi mualimnya dengan penuh rasa hormat, juga mengucapkan salam ketika meninggalkan majlis tersebut.
Sebagian ulama’ dahulu apabila berkunjung ketempat mualimnya ia bersedekah dengan sesuatu dan berdoa  اللهم استر عيب معلمي عني ولا تذهب بركة علمه عني
  4. seorang muta’alim hendaknya tidak menyebarkan rahasia mualimnya, tidak menggibahnya dan menolak ketika mendengar ghibahan yang ditujukan kepadanya, jikalau ia tidak mampu maka ia meninggalkan majlis tersebut.

ADAB-ADAB DALAM MAJLIS
  1. memintra izin ketika hendak memasuki majlis tersebut.
  2. memberi salam kepada yang hadir dalam majlis dengan baik dan menghususkan bagi mualimnya dengan penuh hormat dan juga memberi salam ketika meninggalkan majlis tersebut.
  3. mendahulukan orang yang lebih mulia dan lebih tua ketika memasuki majlis ketika ia bersama mereka. ]
  4. tidak melangkahi pundak-pundak manusia.
  5. tidak membangunkan seseorang dari majlisnya.
  6. tidak duduk ditengah-tengah halaqoh kecuali karena dhorurot, juga tidak duduk diantara dua orang kecuali dengan izin keduanya, jika ia mengizinkan dan meluaskan tempat duduknya ia duduk.
  7. berusaha untuk duduk dekat dengan mualim atau syekhnya. Supaya paham dengan apa yang beliau sampaikan dengan sempurna tanpa ada kesulitan. Dengan syarat tidak mengganggu orang yang lebih utama darinya.
  8. sopan santun terhadap teman dan para hadirin yang ada dalam majlis tersebut, karena sopan santun terhadap mereka juga merupakan sopan santun terhadap syekhnya dan ikhtirom terhadap majlisnya.
  9. duduk dengan duduknya seorang tholibul ilmi bukan duduk seperti seorang pengajar.
10. tidak meninggikan suaranya dengan suara yang keras tanpa ada maksud atau tujuan, tidak tertawa, banyak bicara tanpa keperluan, tidak bermain-main dengan dengan tangan dan yang lainnya, tidak menoleh tanpa keperluan, tapi hendaknya menghadap syekhnya dan mendengarkan petuah-petuahnya.
11. tidak mendahului beliau dalam mnjelaskan suatu masalah atau menjawab suatu pertanyaan kecuali jika ia mengetahui bahwa syekhnya mengisyaratkan kepadanya untuk hal itu, untuk menunjukkan keutamaan muridnya.
12. tidak mengganggu syekhnya dengan membaca ketika ia sedang sibuk, sedih ataupun ngantuk karena hal itu akan memberatkan beliau.
13. tidak bertanya kepada syekhnya suatu hal tidak pada tempatnya kecuali jika beliau tidak membenci akan hal tersebut, tidak mencela dalam bertanya dengan sesuatu yang dapat membuat ia gelisah, cemas, dan jemu tetapi hendaknya bertanya beliau ketika beliau dalam keadaan baik dan luang waktunya. Lemah lembut dalam bertanya, berbicara dengan baik, tidak malu untuk bertanya sesuatu yang masih samar baginya bahkan meminta syekhnya untuk menjelaskannya dengan sejelas-jelasnya.
من رقّ وجهه رقّ علمه ومن رقّ وجهه عند السؤل ظهر نقصه عند اجتماع الناس
Artinya : Barang siapa yang malu maka sedikit ilmunya, barang siapa yang malu ketika bertanya maka nampak kekurangannya ketika berkumpul dengan manusia.
Jika syekhnya menanyakan tentang pemahamannya ? maka jangan menjawab “ya “ kecuali jika ia benar-benar paham, janganlah ia malu untuk mengatakan “ saya tidak atau kurang paham”.
14. Hendaknya ia rakus dalam belajar, menekuninya dalam setiap waktu, baik siang atau malam, baik di waktu mukim atau ketika sedang safar. Ia tidak menghabiskan waktunya kecuali dengan ilmu dan sebatas untuk makan dan tidur secukupnya, dan beristirahat untuk menghilangkan kebosanan dan kejemuan. Bukanlah termasuk orang yang berakal, orang yang mampu untuk menjadi pewaris para nabi tapi ia menyia-nyiakannya.
Imam Asy Syafi’ie berkata : Bagi seorang tholaibul ilmi brhak untuk sampai pada puncak ksungguhan dalam memperbanyak ilmu, sabar atas segala rintangan yang dihadapinya, ikhlas niat hanya untuk mencari ridho-Nya dan dalam bertholabul ilmi mengharap kepada Allah Ta'ala untuk memberi pertolongan kepadanya.
Dalam shohih Muslim dari Yahya bin Abi Kasir :
لا يستطاع العلم براحة الجسم
“ ilmu tidak dapat didapatkan dengan istirahatnya badan “

15. Seorang muta’alim hendaknya bersabar atas ketidak ramahan seorang mualim, jeleknya akhlak beliau. Dan hal itu tidak menghalanginya untuk melazimi dan meyakini akan kesempurnaan.
16. Hendaknyua seorang muta’allim mempunyai himmah yang tinggi, sehingga ia tidak ridho dengan yang sedikit padahal ia mampu untuk mendapatkan yang banyak, tidak menunda dan mengakhir-akhirkan waktu untuk mendapatkan ilmu meskipun hanya sedikit, karena mengakhirkan dan menunda-nunda waktu pada waktu yang lain itu akan hilang karena pada waktu yang lain ia akan mendapatkan ilmu yang lain juga.
17. Hendaknya ia memulai belajarnya dengan memuji kepada Allah Ta'ala, besholawat kepada Rosulullah, bedoa untuk para ulama’, syekh-syekhnya, kedua orang tua dan segenap kaum muslimin. Dan hendaknya memulai pelajarannya di waktu pagi. Karena Rosulullah ShallAllahu'alaihi wasallam  bersabda :
اللهم بارك أمتي في بكرها
“ Ya Allah Ta'ala berkahilah umatku pada waktu pagi “                                          

ADAB-ADAB YANG BERLEBIHAN DALAM THOLABUL ILMI

BERLEBIHAN DALAM MENGAGUNGKAN SEORANG SYEKH
Diantara adalah adab orang-orang sufi terhadap syekh mereka. Orang-orang sufi telah menetapkan adab-adab yang harus di penuhi oleh seorang murid atau tholib.
  1. Tidak boleh seorang murid menyelisihi terhadap perintah syekhnya secara mutlak. Ini adalah prinsipm syarat, dan adap pertama bagi seorang murid yang harus dipenuhi. Dan seoran murid harus menghadirkan keberadaan syekhnya pada hati dan seluruh raganya, maka tidak boleh mengingkari dan menyelisihi terhadap sesuatu yang dikatakannya secara mutlak dan tidak boelh berpaling darinya baik dengan hati maupun lesannya.
     Dan sya’ir yang mereka selalu dendangkan dan menjadi prinsip bagi mereka adalah :
كن بين يدي شيخ كالميت بين يدي الغاسل
“ Jadilah kamu ketika dihadapan mayit, seperti mayit dihadapan orang yang memandikannya”.
Berkata Al Qhostuny menjelaskan tentang makna dari sya’ir tersebut dengan perkataannya :
وأن لايخالف شيخه في كل ما يشير عليه لأن الخلاف للمريد في ابتداء حاله دليل على جميع
 عمره
Artinya : Hendaknya tidak menyelisihi syekhnya dalam setiap yang ditunjuk oleh syekhnya karena menyelisihi bagi seorang murid adalah

Ia berkata juga :
 ومن شروطه أن لا يكون بقلبه اعتراض على شيخه
“dan dari syarat seorang murid adalah hendaknya hatinya tidak berpaling dari syekhnya “.
  2. tidak boleh mengingkari syekh tersebut selamanya, meskipun ia berdalil dengan dalil mugkar.
Berkata Ahmad bin Al Mubarok As Salajasami dari apa yang ia riwayatkan dari syekhnya Al Jahl Alumy Abdul Aziz Adz Dziba’ :
“ Ketahuilah semoga allah menetapkan kamu semua. Sesungguhnya wali allah yan telah di buka " المفتوح " itu mengetahui kebenaran dan tidak terikat dengan madzhab dari madzhab-madzhab yang ada, meskipun seluruh madzhab tidak memakai (menolak) seluruhnya. Karena kamampuan wali tersebut untuk menghidupkan syare’at. Dan bagaimana tidak sedang ia adalah orang yang mengetahui Nabi Sallalahu 'Alaihi wa Sallam dengan ujung matanya, dan tidak keluar dari melihat kebenaran jalajalah dalam hukum-hukumnya at taklifiyah dan selainnya. Maka jika keadaannya demikian ia adalah hujjah terhadap selainnya dan selainnya tidak menjadi hujjah atas dirinya, karena tidak ada yang lebih dekat dari kebenaran selain dari al maftuh alaihi المفتوح عليه  . maka jika demikian bagaimana diperbolehkan ingkar terhadap orang yang mempunyai sifat seperti ini, karena ia menyelisihi madzhab fulan dalam suatu hal, maka jika anda mendengar orang menyelisihi    والي المفتوح "  "maka ia adalah orang yang bodoh terhadap syare’at, sebagaimana ini umum terjadi dilakukan oleh orang-orang yan ingkar dan ini tidak layak untuk diingkari dan orang buta itu tidak mengingkari orang yang buta selamanya.
Ini adalah bencana yang besar, karena ia beranggapan bahwa syekhnya itu memiliki madzhab khusus yang ia terima dari Nabi Sallalahu 'Alaihi wa Sallam secara langsung. Dan ia tidak memiliki hajah untuk bertemu dengan madzhab fiqh apapun dan terhadap imam mujtahid manapun, maka janganlah berpaling wahai para murid dari syekh kalian karena ia mendapatkan wahyu dengan cara yang mudah, mereka para ulama’ adalah orang yang buta dan ia “waliyul maftuh” adalah orang yang melihat, itulah ungkapan mereka.
  3. Perintah untuk taat kepada syekhnya tidak hanya terbatas terhadap hal-hal yang tidak bermanfaat dan tidak masuk akal, tetapi sampai pada perintah untuk meyakini bahwa syekhnya mempunyai syare’at khusus dan diennya adalah mustaqil (independen). Maka ia boleh minum khomer atau berzina dan tidak boleh bagi seorang murid untuk bertanya tentang hal itu. Naudzubillah min dzalik.
  4. Seorang murid sampai sempurna dalam merendahkan diri dan menutup akalnya ( dari melihat keanehan dari syekhnya ) jika syekhnya memerintahkannya dengan perintah-perintah yang tidak masuk akal bahkan suatu kemaksiatan yagn sudah jelas serta kekafiran yang sudah gamblang dengan tujuan untuk mengetahui dan menguji keta’atanya ia harus menta’atinya. Seperti disuruh untuk menghadirkan istri-istri mereka bagi syekhnya, maka jika ia terlambat atau ragu melaksanakannya maka syekhnya mengetahui bahwa muridnya tidak shodiq. Ada juga syekhnya yang lain menyuruh dengan perintah yang lebih gila lagi seperti disuruh untuk membunuh bapaknya sendiri, dan hal itupun juga harus dilakukan oleh seorang murid.
  5. Tidak boleh bagi seorang murid untuk diam, bergerak, bermuamalah atau berinteraksi dengan diri, harta dan bahkan istrinya ataupun safar dan muqim kecuali dengan izin syekhnya. Tidak boleh duduk dimajlisnya kecuali dengan izinnya, tidak boleh menampakkan kaki di hadapan syekhnya, mengangkat suaranya atau bertanya kepada syekhnya tentang dirinya karena syekhnya lebih mengetahui tentang diri muridnya, maka ia tidak boleh memulai bertanya.
Dan yang mengherankan lagi adalah orang – orang sufi telah mengambil hak-hak yang telah Allah 'Azza Wa Jalla khususkan bagi nabi atau rosul-Nya, mereka jadikan untuk syekhnya.
Bahkan tidak cukup sampai disini saja dengan memberikan bagi syekhnya seperti yang diberikan bagi rosulullah, akan tetapi mereka lebih dari itu, mereka memberikan hak bagi seorang syekh yang allah tidak memberikannya kepada rosul-Nya.

Itulah diantara adab – adab sufi yang menyelisihi syare’at dan masih banyak lagi keanehan-keanehan yang lain yang akan kita dapati dalam buku-buku mereka.

PENUTUP

     Demikianlah pembahasan tentang akhlak seorang tholibul ilmu yang harus mereka penuhi, karena jika ia mengharapkan agar supaya ilmunya bermanfaat bagi dirinya dan orang lain dan dapat membuahkan hasilnya yaitu berupa amal nyata dalam kehidupan ini mereka harus memenuhi adab-adab tersebut, terkhusus lagi bagi seorang tholib terhadap ilmu syar’ie ia harus lebih memperhatikan terhadap adab-adab tersebut. Maka akhirnya kami memohon kepada Allah apa yang kami persembahkan ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin pada umumnya dan bagi para tholibul ilmu syar’ie pada khususnya. Dan sebelum kami akhiri kami banyak mengharapkan dari para pembaca budiman masukan dan saran serta kritik terhadap makalah kami ini yang pasti tidak luput dari kekuragan dan kesalahan.

REFERENSI
? Al Qur’anul karim.
? Al Majmu’ Syarhul Muhadab, Imam Nawawi.
? Al Fikrus Sufy.
? Hilyatul tholibin.
? Minhajul Qosidin.

Hak Suami Atas Isteri



     Allah berfirman : Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.

١. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

 1.Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain , dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
 (QS. 4:1)
2. Al-Baqarah / ٢ البقرة
 ٢٢٨. وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوَءٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُواْ إِصْلاَحاً وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكُيمٌ

228. Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' . Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya . Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.


1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya : wanita yang bagaimanakah yang paling baik ? maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : yang menyenangkannya (suaminya) jika ia memandangnya, taat kepadanya jika dia memerintahkan, dan dia tidak menyelisihinya dalam dirinya dan hartanya dengan sesuatu yang dibencinya. HR. Nasa'i.
2. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia tidak datang kepadanya, kemudian suaminya bermalam dalam keadaan marah, maka malaikat melaknatnya sampai pagi. Muttafaq 'alaih.
3. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : tidak halal bagi seorang wanita untuk puasa sedang suami berada padanya kecuali dengan izinnya, dan tidak boleh dia memberikan izin di rumahnya kecuali dengan seizing suaminya pula. Muttafaq 'alaihi.
Keterangan :
Kaum lelaki mempunyai hak yang agung atas kaum wanita, karena kaum lelaki memperhatikan, memelihara dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap mereka dan sebagai balasan atas kewajiban-kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allah atas kaum lelaki yang dapat merealisasikan kebaikan bagi pasangan suami istri dan keluarga secara utuh.
Kandungan ayat dan hadits di atas :
1. Besarnya hak kaum lelaki atas kaum wanita.
2. Kewajiban kaum wanita (istri) untuk taat kepada suami dalam hal kebajikan  dan tidak bertentangan dengan perintah Allah, dan bahwa hal tersebut adalah sebab masuk surga bagi kaum wanita.

Selasa, 07 Februari 2012

SANTUNAN 25RIBU PAKET SAYANG ANAK YATIM


Assalaamu'alaikum waarrohmatullahi wabarokatuh...
berfoto bersama anak-anak yatim
              Anak-anak yatim,ibu-ibu undangan dan para donatur santunan paket sekolah anak yatim
                                                     penyerahan paket sekolah anak yatim
       Paket Sekolah  Anak Yatim Isi Paket:Tas,alat tulis(pensil,ballpoint,penghapus,penggaris,rautan).Paket anak yatim adalah program santunan berupa peralatan dan perlengkapan sekolah yang diberikan pada awal tahun ajaran baru.Paket ini hanya dikhususkan untuk anak yatim.
       Doa Anak Yatim "Ya Allah ya Rabb kami,sayangilah Bapak Ibu Donatur BaitulMal FKAM,sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi kami,tambahkanlah rizki yang halal kepada mereka,hapuskanlah dosa mereka,jauhkanlah mereka dari marabahaya,tanbahkanlah istiqomah mereka sehingga bertambah amal kebaikan bagi mereka,perbaikilah akhlak anak-anak mereka,sehingga anak-anak mereka mau berbakti kepada orang tuanya,menjadi anak yang sholih dan sholihah. Berikanlah kesehatan kepada mereka,sehingga mereka mampu beribadah kepada Engkau ya Allah. Ya Allah,kabulkanlah doa kami ini.Amien."
       Allah Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman:"Tahukah kamu(orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin."(QS AL-Maa'uun:1-3).
       Rasulullah Shalallahu'alaihi Wa Sallam bersabda:"Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim karena Allah, maka baginya kebaikan yang amat banyak dari setiap rambut yang ia usap."(HR.Ahmad dan Abu Umamah).
         Rasulullah Shalallahu'alaihi Wa Sallam juga bersabda:"Aku dan pengasuh anak yatim (kelak) di syurga seperti dua jari ini."(HR. Bukhori).Dalam riwayat Abu Dawud  dan Ahmad, Rasulullah sambil menunjuk jari telunjuk dan jari tengah












   

     Bpk/ibu/saudara kami dari baitulmal fkam mengadakan 25rb santunan paket sayang anak yatim, yang insyaallah akan di selenggarakan pada bulan juli...Bagi bpk/ibu/saudara yang ingin andil memberi santunan sayang anak yatim(paket sekolah) bisa menghubungi Bpk.Amatturoso nohp:
        082135070175
        085865541858
        087711776066
        089668400168.


                                        Waassalaamu'alaikum waarrohmatullahi wabarokatuh...

Dahsyatnya Gelombang Penghancur Iman Dan Akhlaq


  Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Ada gelombang dahsyat yang menimpa ummat Islam sedunia, yaitu gelombang budaya jahiliyah yang merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat televisi dan media lainnya. Gelombang itu pada hakekatnya lebih ganas dibanding senjata-senjata nuklir yang sering dipersoalkan secara internasional. Hanya saja gelombang dahsyat itu karena sasarannya merusak akhlaq dan aqidah, sedang yang paling menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam, maka yang paling prihatin dan menjadi sasaran adalah ummat Islam. Hingga, sekalipun gelombang dahsyat itu telah melanda seluruh dunia, namun pembicaraan hanya sampai pada tarap keluhan para ulama dan Muslimin yang teguh imannya, serta sebagian ilmuwan yang obyektif.
Gelombang dahsyat itu tak lain adalah budaya jahiliyah yang disebarkan lewat aneka media massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah, tabloid, koran,dan buku-buku yang merusak akhlak.
Dunia Islam seakan menangis menghadapi gelombang dahhsyat itu. Bukan hanya di Indonesia, namun di negara-negara lain pun dilanda gelombang dahsyat yang amat merusak ini.
Di antara pengaruh negatif televisi adalah membangkitkan naluri kebinatangan secara dini... dan dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak dan kesalahan yang sangat mengerikan yang dirancang untuk menabrak norma-norma masyarakat. Ada sejumlah contoh bagi kita dari pengkajian Charterz (seorang peneliti) yang berharga dalam masalah ini di antaranya ia berkata: “Sesungguhnya pembangkitan syahwat dan penayangan gambar-gambar porno, dan visualisasi (penampakan gambar) trik-trik porno, di mana sang bintang film menanamkan rasa senang dan membangkitkan syahwat bagi para penonton dengan cara yang sangat fulqar  bagi kalangan anak-anak dan remaja itu amat sangat berbahaya.”
Peneliti ini telah mengadakan statistik kumpulan film-film yang ditayangkan untuk anak-anak sedunia, ia mendapatkan bahwa:
29,6% film anak-anak bertemakan seks
27,4% film anak-anak tentang menanggulangi kejahatan
15% film anak-anak berkisar sekitar percintaan dalam arti syahwat buka-bukaan.
Terdapat pula film-film yang menampilkan kekerasan yang menganjurkan untuk balas dendam, memaksa, dan brutal.
Hal itu dikuatkan oleh sarjana-sarjana psikologi bahwa berlebihan dalam menonton program-program televisi dan film mengakibatkan kegoncangan jiwa dan cenderung kepada sifat dendam dan merasa puas dengan nilai-nilai yang menyimpang. (Thibah Al-Yahya, Bashmat ‘alaa waladi/ tanda-tanda atas anakku, Darul Wathan, Riyadh, cetakan II, 1412H, hal 28).
Jangkauan lebih luas
Apa yang dikemukakan oleh peneliti beberapa tahun lalu itu ternyata tidak menjadi peringatan bagi para perusak akhlaq dan aqidah. Justru mereka tetap menggencarkan program-programnya dengan lebih dahsyat lagi dan lebih meluas lagi jangkauannya, melalui produksi VCD dan CD yang ditonton oleh masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek, di rumah masing-masing. Gambar-gambar yang merusak agama itu bisa disewa di pinggir-pinggir jalan atau dibeli di kaki lima dengan harga murah. Video dan komputer/ CD telah menjadi sarana penyaluran budaya kaum jahili untuk merusak akhlaq dan aqidah ummat Islam. Belum lagi situs-situs porno di internet.
Budaya jahiliyah itu jelas akan menjerumuskan manusia ke neraka. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari api Neraka. Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahriim: 6).
Sirkulasi perusakan akhlaq dan aqidah
Dengan ramainya lalulintas tayangan yang merusak aqidah dan akhlaq lewat berbagai jalur itu penduduk dunia -dalam pembicaraan ini ummat Islam-- dikeroyok oleh syetan-syetan perusak akhlaq dan aqidah dengan aneka bentuk. Dalam bentuk gambar-gambar budaya jahiliyah, di antaranya disodorkan lewat televisi, film-film di VCD, CD, bioskop, gambar-gambar cetak berupa foto, buku, majalah, tabloid dsb. Bacaan dan cerita pun demikian.
Tayangan, gambar, suara, dan bacaan yang merusak aqidah dan akhlaq itu telah mengeroyok Muslimin, kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak aqidah dan akhlaq dalam bentuk diri pribadi, yaitu perilaku. Lalu masyarakatpun meniru dan mempraktekkannya. Sehingga praktek dalam kehidupan sehari-hari yang sudah menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar itupun mengepung ummat Islam.
Dari sisi lain, praktek tiruan dari pribadi-pribadi pendukung kemaksiatan itupun diprogramkan pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan aneka cara, ada yang dengan paksa, misalnya menyeragami para wanita penjaga toko dengan pakaian ala jahiliyah. Sehingga, ummat Islam didesak dengan aneka budaya yang merusak aqidah dan akhlaq, dari yang sifatnya tontonan sampai praktek paksaan.
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam  memperingatkan agar ummat Islam tidak mematuhi suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan Allah swt. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam Bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى. (رواه أحمد في مسنده  20191).
“Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat pada Allah Tabaraka wa Ta’ala.” ( Hadits Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191).
Sikap Ummat Islam
Masyarakat Muslim pun beraneka ragam dalam menghadapi kepungan gelombang dahsyat itu. Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di masjid-masjid, di majlis-majlis ta’lim dan pengajian, di tempat-tempat pendidikan, dan di rumah masing-masing. Mereka melarang anak-anaknya menonton televisi karena hampir tidak diperoleh manfaat darinya, bahkan lebih besar madharatnya. Mereka merasakan kesulitan dalam mendidikkan anak-anaknya. Kemungkinan, tinggal sebagian pesantrenlah yang relatif lebih aman dibanding pendidikan umum yang lingkungannya sudah tercemar akhlaq buruk.
Ummat Islam adalah golongan pertama yang ingin mempertahan-kan aqidah dan akhlaq anak-anaknya itu, di bumi zaman sekarang ini ibarat orang yang sedang dalam keadaan menghindar dari serangan musuh. Harus mencari tempat perlindungan yang sekira-nya aman dari aneka “peluru” yang ditembakkan. Sungguh!
Golongan kedua, Ummat Islam yang biasa-biasa saja sikapnya. Diam-diam masyarakat Muslim yang awam itu justru menikmati aneka tayangan yang sebenarnya merusak akhlaq dan aqidah mereka dengan senang hati. Mereka beranggapan, apa-apa yang ditayangkan itu sudah lewat sensor, sudah ada yang bertanggung jawab, berarti boleh-boleh saja. Sehingga mereka tidak merasa risih apalagi bersalah. Hingga mereka justru mempersiap-kan aneka makanan kecil untuk dinikmati sambil menonton tayangan-tayangan yang merusak namun dianggap nikmat itu. Sehingga mereka pun terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan itu, dan ingin mempraktekkannya dalam kehidupan. Tanpa disarari mereka secara bersama-sama dengan yang lain telah jauh dari agamanya.
Golongan ketiga, masyarakat yang juga mengaku Islam, tapi lebih buruk dari sikap orang awam tersebut di atas. Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya kalau anak-anaknya menjadi pelaku-pelaku yang ditayangkan itu. Entah itu hanya jadi penjoget di belakang penyanyi (namanya penjoget latar), atau berperan apa saja, yang penting bisa tampil. Syukur-syukur bisa jadi bintang top yang mendapat bayaran besar. Mereka tidak lagi memikir tentang akhlaq, apalagi aqidah. Yang penting adalah hidup senang, banyak duit, dan serba mewah, kalau bisa agar terkenal. Untuk mencapai ke “derajat” itu, mereka berani mengorbankan segalanya termasuk apa yang dimiliki anaknya. Na’udzubillaah. Ini sudah bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu tentang itu. Na’udzu billah tsumma na’udzu billah.
Golongan pertama yang ingin mempertahankan akhlaq dan aqidah itu dibanding dengan golongan yang ketiga yang berangan-angan agar anaknya ataupun dirinya jadi perusak akhlaq dan aqidah, boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas, golongan ketiga --yang ingin jadi pelaku perusak akhlaq dan aqidah itu-- digabung dengan golongan kedua yang merasa nikmat dengan adanya tayangan maksiat, maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga Muslimin yang mempertahankan akhlaq dan aqidah justru menjadi minoritas.
Itu kenyataan. Buktinya, kini masyarakat jauh lebih meng-unggulkan pelawak daripada ulama’. Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz ataupun kiyai. Lebih menghargai bintang film daripada guru ngaji. Dan lebih meniru penjoget daripada imam masjid dan khatib.
Ungkapan ini secara wajar tampak hiperbol, terlalu didramatisir secara akal, tetapi justru secara kenyataan adalah nyata. Bahkan, bukan hanya suara ulama’ yang tak didengar, namun Kalamullah pun sudah banyak tidak didengar. Sehingga, suara penyayi, pelawak, tukang iklan dan sebagainya lebih dihafal oleh masyarakat daripada Kalamullah, ayat-ayat Al-Quran. Fa nastaghfirulaahal ‘adhim.
Tayangan-tayangan televisi dan lainnya telah mengakibatkan berubahnya masyarakat secara drastis. Dari berakhlaq mulia dan tinggi menjadi masyarakat tak punya filter lagi. Tidak tahu mana yang ma’ruf (baik) dan mana yang munkar (jelek dan dilarang). Bahkan dalam praktek sering mengutamakan yang jelek dan terlarang daripada yang baik dan diperintahkan oleh Allah SWT.
Berarti manusia ini telah merubah keadaan dirinya. Ini mengakibatkan dicabutnya ni’mat Allah akibat perubahan tingkah manusia itu sendiri, dari baik menjadi tidak baik. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d/ 13:11).
Mencampur kebaikan dengan kebatilan
Kenapa masyarakat tidak dapat membedakan kebaikan dan keburukan? Karena “guru utama mereka” adalah televisi. Sedang program-program televisi adalah menampilkan aneka macam yang campur aduk. Ada aneka macam kebohongan misalnya iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak sesuai dengan kenyataan, namun ditayangkan terus menerus. Kebohongan ini kemudian dilanjutkan dengan acara tentang ajaran kebaikan, nasihat atau pengajian agama. Lalu ditayangkan film-film porno, merusak akhlaq, merusak aqidah, dan menganjurkan kesadisan. Lalu ditayangkan aneka macam perkataan orang dan berita-berita yang belum tentu mendidik. Sehingga, para penonton lebih-lebih anak-anak tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Masyarakat pun demikian. Hal itu berlangsung setiap waktu, sehingga dalam tempo sekian tahun, manusia Muslim yang tadinya mampu membedakan yang haq dari yang batil, berubah menjadi manusia yang berfaham menghalalkan segala cara, permissive atau ibahiyah, apa-apa boleh saja.
Munculnya masyarakat permissive itu karena adanya penyingkiran secara sistimatis terhadap aturan yang normal, yaitu larangan mencampur adukkan antara yang haq (benar) dan yang batil. Yang ditayangkan adalah jenis pencampur adukan yang haq dan yang batil secara terus menerus, ditayangkan untuk ditonton oleh masyarakat. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah melarang pencampur adukan antara yang haq dengan yang batil:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 42).
Dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil secara terus menerus, akibatnya mempengaruhi manusia untuk tidak menegakkan yang haq/ benar dan menyingkirkan yang batil. Kemudian berakibat tumbuhnya jiwa yang membolehkan kedua-duanya berjalan, akibatnya lagi, membolehkan tegaknya dan merajalelanya kebatilan, dan akibatnya pula menumbuhkan jiwa yang berpandangan serba boleh. Dan terakhir, tumbuh jiwa yang tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Lantas, kalau sudah tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang haq dan mana yang batil, lantas keimanannya di mana?
Menipisnya keimanan itulah bencana yang paling parah yang menimpa ummat Islam dari proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang diderakan kepada ummat Islam sedunia. Yaitu proyek mencampur adukkan antara kebaikan dan keburukan lewat aneka tayangan. Apakah upaya kita untuk membentengi keimanan kita?
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.